Berita Babe – Dolar AS Jakarta – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah telah menembus Rp 15.200. Kondisi ini membawa kekhawatiran naiknya harga barang-barang di Tanah Air.
Direktur Center of Economic and Law Studies CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan, perkara nilai tukar rupiah ini sangat beresiko terhadap beberapa bahan pangan yang impornya besar. Biaya impor akan membengkak, dan membuat distributor mengerek harga di dalam negeri.
“Dari biaya impor akan membengkak karena rupiahnya melemah, membuat para distributor akan menyesuaikan harga di dalam negeri. Yang artinya, akan memicu imported inflation atau inflasi karena biaya impor yang membengkak,” kata Bhima kepada detikcom, Kamis (29/09/2022).
Baca juga arikel kami lainnya : Quartararo Optimis Podium Di MotoGP Thailand Minggu Ini, Trek Lebih Cocok Dengan M1
Tembus Rp 15.200, Dolar AS dari Awal Tahun ‘Terbang’ 1.000 Poin Lebih
Bhima menyebut, ada beberapa bahan pangan yang masih diimpor Indonesia, di antaranya gandum 100% impor, bawang putih 93%, kedelai 91%, gula 70%, garam 68%, dan daging sapi atau kerbau 38,5% dari total kebutuhan nasional.
Tidak hanya itu, menurut Bhima, biaya input produksi di dalam negeri pun juga akan terkena imbas naiknya dolar AS. Dalam sektor pertanian saja, sebagian bahan baku pupuk juga masih impor. Ditambah lagi, baru-baru ini harga BBM naik yang berpengaruh pada biaya operasional.
-ADVERTISEMENT-
Baca juga arikel kami lainnya : Pabrik Tesla di Berlin Terbakar 28 September
“Karena pupuk sebagian juga impor, atau bahan baku pupuknya impor, maka akan mengakibatkan terjadinya kenaikan biaya input produksi, sehingga pertanian seperti beras seperti beras itu juga terancam harganya mengalami kenaikan,” katanya.
Di sisi lain, masyarakat perlu menilik seberapa dalam pelemahan nilai tukar rupiah ini. Apalagi, bila nilainya tembus angka Rp 15.500. Menurutnya, imbasnya akan cukup besar ke seluruh sektor perekonomian.
“Barang elektronik, barang otomotif, spare part, yang sebagian juga mengikuti kurs dolar AS. Maka ketika dolar AS trennya terus mengalami penguatan terhadap rupiah, ini juga akan berpengaruh terhadap harga jual di dalam negeri,” jelasnya.
Bhima menambahkan, belum tentu konsumen siap menghadapi dampak pelemahan rupiah terhadap lonjakan harga barang-barang yang dibutuhkan masyarakat di dalam negeri. Oleh karena itu, masyarakat perlu waspada.
Lebih lanjut, Bhima memproyeksikan, dalam satu tahun depan inflasi Indonesia diperkirakan masih cukup tinggi. Kondisi ini juga berisiko terhadap melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi dari CORE Piter Abdullah memperkirakan, pelemahan nilai tukar rupiah ini tidak berlanjut untuk waktu yang panjang. “Saya sendiri memperkirakan pelemahan rupiah ini tidak akan berlanjut dalam waktu yang panjang,” kata Piter.
Oleh karena itu, menurutnya, kenaikan dolar AS yang bersifat sementara belum akan berdampak ke harga barang impor, termasuk pangan.
“Kalau kenaikannya hanya temporer belum akan berdampak ke harga-harga barang impor termasuk barang pangan. Baru akan berdampak kalau kenaikannya berlanjut dalam jangka waktu yang panjang,” jelasnya.